Cinnamon

Fajar telah tiba dengan ditandai oleh sinar baru yang diiringi desir.
Gelap mulai sirna ditemani teriak ayam dengan bangga.
Pantai ini yang sepi lambat laun meramai dengan panorama yang datang perlahan.
Pasir basah ini mengering dengan cepat.
Pulau diseberang pun menyapa menandai keberadaannya.
Lampu-lampu kecil yang tadinya nyala menghiasi, mati dalam sekejap.

Cahaya rona diufuk timur memang indah.
Tapi apakah ia matahari yang akan menuntun?
Mungkin iya, mungkin tidak.
Satu yang tahu, diriku siap.
Siap menerima warnanya menyiangi tubuhku.

Tapi sekali lagi, aku belum siap mempunyai bayangan.
Matahari pun sombong dengan berkata, "siapa yang ingin memberi kau panas?"

Masih nyaman akan dingin ini, dengan ketidaksiapan menerima pagi.
Adik perempuan nan jauh disana memberi sapa.
Sering kusambut dengan senyum tapi ia kadang pergi begitu saja.
Kebohongan rasa percaya ini mengekang.
Jika ingin pergi sekarang saatnya.
Bukan nanti ketika matahari sudah terlanjur cerah.

Aku yang masih berdiri di tempat tadi enggan beranjak.
Solar plexus ingin menyambut air dan bersiap menenggelamkanku.
Tapi sadar teriak dari belakang untuk memaksaku pergi dan berteduh.

Halah, ini paling cuma fragmen kecil yang dimana tidak memberi cerita.
Tapi dasar manusia, sering tergelitik dengan rasa percaya.

Comments

Popular posts from this blog

Star Tetrahedron

LOST