Perjalanan Menempa Batas
Perjalanan yang diniati sebagai skena menempa
batas untuk diri sendiri agar dari masing-masing individu mendapatkan jawaban
dari apa yang belum terjawabkan selama mereka bernafas. Jawaban dimana mereka
harus berkata ‘inaf’ atau ‘sudah, ini batas gue’. Dengan tujuan bertahan hidup
di kota yang belum kami kenal yaitu Malang, kami pun berangkat dengan kereta
Hari pertama (10 Juli 2012) :
Hari pertama (10 Juli 2012) :
Bangun pagi setelah tidur kurang lebih 11 jam. Waktu itu saya ingat waktu menunjukkan pukul 8 pagi. Saya pun bergegas untuk bersiap-siap kerumah eris yang berada di kelapa gading. Sebelum pergi kesana saya harus pergi kerumah konde dulu untuk menitipkan motor dan agar dia nggak susah untuk pergi kesana-kemari. Sampailah dirumah konde sekitar jam 10 pagi, dia baru ingin merokok dan membatalkan merokoknya karena dia tahu jika saya terburu-buru kerumah eris. Setibanya dirumah eris pukul setengah dua belas siang, saya pun bertemu dengan kedua teman saya yang akan pergi bersama yaitu eris dan verri. Setelah ber’tos’an seperti biasa, saya pun duduk di bangku teras rumah eris. Ditawari makan oleh ibu nya eris yang sudah saya kenal, kami pun makan dengan lahap karena masing-masing dari kami tahu inilah saat terakhir kami makan gratis karena mungkin nanti malam kami sudah harus mikir untuk ‘makan apa?’.
Singkat cerita waktu sudah pukul satu siang. Kami mengumpulkan uang kami masing-masing yang diberikan oleh orangtua kami dan simpanan kami untuk disatukan agar kelihatan kami membawa budget berapa, dan terkumpulah uang 1 juta rupiah. Kami pun berangkat dari rumah eris menuju stasiun senen. Sesampainya di stasiun senen kami duduk di lorong stasiun, duduk-duduk dan merokok sambil menunggu kereta kami datang jam tiga sore. Jujur saya terkejut karena waktu itu eris sempat bilang, sehabis dari malang dia ingin langsung ke Makassar dan tanpa pulang, dan verri oun ikut dengannya, saya kaget karena waktu itu mungkin saya tidak siap untuk pulang sendiri dari malang ke Jakarta karena menempuh waktu yang cukup lama yaitu 18 jam. Sekitar pukul setengah tiga, sang operator stasiun pun bicara lewat mikrofonnya jika kereta senja singosari telah tiba di stasiun, Kami pun bergegas untuk naik kereta. Di kereta kami mendapatkan gerbong yang berbeda, verri di gerbong satu dan saya bersama eris di gerbong dua. Setelah kami duduk di tempat duduk masing-masing yang berbeda lorong akhirnya ada seseorang yang menawarkan untuk bertukaran tempat duduk, dia bicara jika kedua anaknya duduk di gerbong satu dan dia ingin kedua anaknya duduk di gerbong dua bersama dia. Saya pun bersama eris langsung berucap ‘kebetulan’, dan saya pun bertukaran tempat duduk dengan orang itu. Tempat duduknya nggak jauh dari tempat duduk verri.
Kereta pun jalan, senen-jatinegara-klender pun terlewati, kami mulai bercanda-canda, bernyanyi-nyanyi dan sedikit menggambarkan keadaan disana. Jujur, saya mengira saya akan mendapatkan kehidupan yang sangat keras disana. Satu jam dua jam, hinggalah malam. Sampailah di Cirebon, kami pun memutuskan untuk makan nasi bungkusan yang kami beli dari ibu-ibu yang menjajakan dagangannya di kereta. Di kereta kami bertemu dengan seorang bapak yang mungkin berumur sekitar 45 tahunan, yang hidupnya selalu berkelana, dia anak dari seorang letnan TNI AL yang berasal dari flores, dia yang berdomisili di malang banyak bercerita tentang tempat-tempat wisata di malang, dan dia pun terkejut mendengar kami ingin berjalan kaki dari malang ke kota batu yang berjarak kurang lebih 18km. dia mengatakan jika di malang itu dingin dan kotor, tetapi orang-orangnya sangat ramah, dia juga bercerita tentang perjalanan hidupnya kepada saya, berpindah dari kota ke kota, terkena gusuran PEMDA pada tahun 1970 di tanjung priuk, dll. Setelah mendengar cerita dia panjang lebar, saya pun menyusul kedua teman saya yang tertidur pulas duluan di kereta.
Hari kedua (11 Juli 2012) :
Pagi pun tiba, saya melihat jam di ponsel, ya tepat jam 5 pagi. Saya pun bangun berniat untuk merokok di depan wc gerbong karena di dalam kereta nggak boleh ngerokok. Dan saya melihat fenomena yang biasa saya liat di kampus, eris ngegombalin seorang wanita dari lenteng agung yang ingin ke kampung inggris untuk kursus di salah satu instansi kursus bahasa inggris. Saya pun bergegas untuk merokok. Sehabis itu saya putuskan untuk duduk dan melihat pemandangan kota Kediri, ya saya sudah sampai Kediri. Setelah beberapa jam melihat pemandangan, stasiun demi stasiun pun dilewati. Sambil meng-charge ponsel saya pun masih menikmati pemandangan yang jarang sekali saya temukan; sawah, gunung, petani, dll. Setelah pas jam jam 9, akhirnya kami pun sampai di malang.
Kami keluar dari kereta sambil berucap dalam hati “gue udah sampe malang, ini sedikit hebat”. Kami pun keluar stasiun dan langsung menuju alun-alun kota malang untuk beristirahat sejenak. Sebelum sampai alun-alun kota malang kami berfoto-foto dulu di tugu kota malang yang tepat berada di depan kantor walikota kota malang. Setelah puas berfoto-foto kami pun meneruskan jalan kaki menuju alun-alun kota malang. Sekitar berjalan kaki selama 20 menit, kami pun sampai di alun-alun kota malang. Cukup kotor dengan sampah dan kotoran burung tapi kami masih duduk-duduk disana, Kami pun bercanda sambil duduk. Setelah sekitar satu jam kami duduk-duduk disana kami pun berjalan mencari sarapan karena kami begitu lapar. Dan kami memutuskan untuk makan soto Madura yang berada nggak jauh dari alun-alun kota malang.
Satu porsi berharga lima ribu rupiah dan kami pun makan. Setelah selesai makan kami oun mulai untuk berjalan lagi ke alun-alun. Sebelum berjalan ke alum-alun, saya dan verri mencari air panas untuk menyeduh kopi hitam saset yang sudah verri siapkan dari rumahnya di tanggerang. Setelah mendapatkan air panas untuk kopi dan menyeduhnya kami pun kembali ke alun-alun untuk berdiam diri sambil merokok dan minum kopi. Waktu menunjukan pukul 11 siang, kami pun mulai bosan disana. Tadi nya kami berencana untuk tidur di alun-alun kota malang tapi karena melihat situasi nya yang seperti itu kami memutuskan untuk tidak jadi bermalam disana, kami pun mencari masjid untuk tidur-tiduran karena kami fikir jika masjid itu bersih. Setelah menemukan masjid yang tidak jauh dari alun-alun kami pun beristirahat, tidak lama adzan dzuhur pun berkumandang, saya dan eris memutuskan untuk sholat sedangkan verri tidak. Sewaktu kami sholat verri duduk-duduk didepan masjid sambil menunggu kami selesai. Setelah selesai sholat kami pun tidur-tiduran di masjid, tentunya bertiga nggak cuman saya dan eris. Setelah lama tidur-tiduran sekalian untuk menyiapkan energy untuk berjalan kaki dari malang ke kota batu saya pun mandi sekalian mencicipi dinginnya air di malang.
Setelah mandi dan kedinginan saya mencoba untuk tidur tp nggak bisa. Sambil menunggu mereka bangun dari tidurnya saya pun ngecheck timeline twitter dan teringat jika hari itu tanggal 11 juli di Jakarta ada pilkada dan band kesukaan saya yaitu Seringai mengeluarkan album barunya. Setelah dirasa cukup kami pun kaget dengan adzan ashar yang berkumandang, mereka pun bangun. Saya dan eris pun sholat dan verri tetep menunggu di salah satu sudut masjid karena dia tidak sholat.
Waktu menunjukan pukul setengah empat sore, kami pun memutuskan untuk memulai perjalanan kami menuju kota batu. Kami banyak bertanya kepada orang-orang kea rah mana kami harus melangkah. Kami terus berjalan, selangkah dua langkah di tapak. Kami rasa sebenarnya ini dekat tapi ternyata tidak, sangat jauh jika di tempuh dengan jalan kaki, jika ditempuh dengan kendaraan saja bisa memakan waktu 1 jam. Kami pun terus berjalan. Kami berhenti sejenak untuk beristirahat, dan ketika beristirahat kami kaget melihat tulisan “mie ayam, 3500”. Waw, harga yang cukup murah dibandingkan harga mie ayam di Jakarta yang berkisar tujuh ribu sampai lima belas ribu. Kami pun mencoba makanan itu, dan rasanya sungguh enak, yang saya tahu itu penjual mie ayam itu memakai kuah kari bukan kuah bakso biasa, jadi rasanya cukup berbeda dan lezat di lidah. Setelah kami rasa cukup istirahatnya kami pun jalan kaki lagi. Sudah dirasa cukup jauh melangkah kami pun istirahat di satu warung pulsa, masih di daerah malang, sambil nunggu maghrib selesai kami minta izin untuk men-charge ponsel kami hingga penuh. Waktu menunjukan sekitar pukul 6.30 sore. Kami pun bergegas kembali. Berjalan sungguh amat lama dengan semangat yang masih membara, jam demi jam pun terlewati. Sekitar pukul Sembilan malam saya pun merasa kaki kiri saya sangat amat pegal dan sudah tidak bisa dipaksakan lagi, tapi melihat mereka yang masih kuat saya pun coba memaksakan diri.
Sampailah di universitas muhammadiyah malang, saya minta untuk istirahat karena kaki saya sudah sangat pegal. Istirahat sekitar 20 menit, dan saya rasa kaki pun sudah agak enakan, kami pun berjalan kaki kembali. Setelah jalan sekitar 10 menit kami pun bertanya kepada seseorang, bertanya “apakah alun-alun kota batu itu masih sangat jauh?” dan dia pun “iya, masih jauh” tetapi ternyata dia adalah seorang penjaga masjid dan menawarkan untuk bermalam di masjid itu. Dan kami pun mengiyakan orang itu.
Bermalamlah kami disana sambil makan malam, setelah selesai makan dan merokok, kami pun memutuskan untuk tidur, dan tidurlah kami di malam itu.
Hari ketiga (12 Juli 2012) :
Waktu menunjukan pukul dua dini hari, saya pun terbangun karena kedinginan dan menggigil, ketika saya bangun ternyata verri masih terjaga karena kedinginan pula. Dan kami pun ngobrol di malam itu, enggak lama eris pun bangun untuk berpindah tempat dan juga kedinginan. Saya akui malam itu memang sangat dingin, beda dengan keadaan di Jakarta yang panas, dan jika di compare, dingin malam itu melebihi suhu 16c dari air conditioner anda. Dengan keadaan lantai yang seperti batu es kami paksakan tidur karena kami tahu perjalanan kami masih panjang, walaupun sempat terbangun bentar saya paksakan untuk tidur lagi, dan itu terjadi berkali-kali. Akhirnya samar-samar saya mendengar suara masjid, waktu menunjukan pukul 4.30 pagi, sebentar lagi subuh. Saya pun bangun dan wudhu di kamar mandi masjid.
Setelah sholat subuh saya langsung meneruskan tidur kembali, keadaan ubin tidak sedikit beberapa jam yang lalu, tapi masih tetap dingin sekali tentunya. Sinar matahari menyinari tidur kami, kami bertiga pun bangun untuk cuci muka dan sikat gigi. Waktu pukul tujuh pagi. Kami pun siap-siap meneruskan perjalanan. Sambil merokok dan minum air putih kami habiskan waktu untuk bercanda. Sekitar pukul 10 kami pun melanjutkan perjuangan, masih sangat jauh saudara, kurang lebih masih sepuluh kilometer lagi. Setelah berjalan hampir satu jam kami pun berhenti di musholla pinggir jalan, musholla yang sangat kecil, berukuran sekitar 4x5m dan dikunci. Kami duduk didepan musholla itu sambil melihat ke belakang musholla yang ternyata hutan, kami beristirahat sambil memainkan gitar yang kami bawa dari Jakarta. Setelah dirasa cukup istirahatnya kami pun melanjutkan perjalanan, belum jauh kami melangkah saya sontak melihat banner bertuliskan “nasi bebek hanya Rp 6000 saja”. Saya pun menarik eris untuk melihat itu dan berharap makan siang disitu karena kapan lagi mencoba bebek yang hanya berharga 6 ribu rupiah. Dan benar, kami makan siang disana, mencoba bebek yang harga nya nggak wajar sebenarnya. Kami melahap makanan itu sambil men-charge ponsel kami hingga penuh karena semua sudah low-bat. Setelah makan, merokok dan men-charge ponsel hingga penuh kami pun meneruskan perjalanan. Sekitar pukul satu siang waktu itu, kami pun berjalan lurus terus. Satu jam dua jam kami lewati dengan berjalan. Medan nya berbeda sekarang, sudah tanjakan semua, hampir mirip rute dari Jakarta ke puncak. Bayangkan saja kami dengan membawa beban yang berat kami jalan mendaki terus, kali ini bukan kaki pegal yang kami hadapi, tapi energy yang terkuras habis, energy yang kami kumpulkan terkuras habis, keringat bercucuran, tapi karena tekat kami besar kami masih terus berjalan. Ketika melihat gapura bertuliskan “kota wisata batu” dari jauh saya pun tersenyum dalam hati dan berjanji ketika sudah melewati nya saya akan mencium batu gapura tersebut karena daritadi kami tidak istirahat, hanya berjalan mendaki dan mendaki. Dan kami pun berhasil melewati gapura itu, dan saya pun mencium dinding gapura itu dan langsung duduk tergeletak di bawah gapura itu. Kami semua sangat amat lelah. Tapi setidaknya kami tahu tujuan kami sudah dekat karena kami sudah memasukin kawasan daerah kota batu. Setelah istirahat sekitar 15 menit kami pun meneruskan perjalanan.
Di perjalanan kami sempat kaget ketika melihat masjid yang ternyata didepannya ada balleho yang bertuliskan “MASJID DIJUAL 1JT/m2. “WHAT THE FUCK!, mereka menjual rumah tuhan, gue rasa mereka akan mendapat azab karena itu”, itu yang ada di dalam hati saya ketika melihat balleho itu. Kami pun meneruskan perjalanan. Sudah jauh berjalan, kami pun bertanya kepada seorang ibu apakah alun-alun kota batu itu masih jauh atau tidak, dan ibu itu menjawab “lumayan”. Dalam hati sedikit lega karena kami sudah mendapatkan jawaban yang berbeda, biasanya kami mendapatkan jawaban “jauh” dari semua yang kami tanya. Setelah berjalan terus dan kami pun akhirnya sampai di alun-alun batu, sekitar pukul 4 sore kami sampai. Ya benar saja, kami menghabiskan waktu 24 jam untuk menempuh 18km.
Setelah sampai disana, hati pun puas, seperti semua lelah terbayarkan dengan melihat kincir dan patung 3 buah apel yang berada di tengah-tengah alun-alun. Istirahat sambil melihat pemandangan. Setelah dirasa cukup istirahatnya kami pun berjalan menuju masjid yang berada tepat di depan alun-alun tersebut, kami gunakan masjid itu untuk mandi dan istirahat. Setelah kami semua telah mandi dan merasa energy sudah terkumpul penuh kami pun mencari makan. Kami makan bakso malang yang harganya sama seperti di Jakarta, Rp 10.000. financial pun semakin menipis, kami sadari itu, kami pun kembali ke alun-alun untuk bercanda-canda dan menghabiskan waktu hingga malam. Alun-alun disana sangat bersih karena nggak boleh ngerokok, ada tempat khusus untuk merokok, dan di dalam alun-alun dilarang untuk berjualan dan membuang sampah sembarangan, dan masyarakat pun bekerja sama dengan baik dengan pemda setempat, mereka mematuhi perintah-perintah di alun-alun tersebut.
Malam pun tiba dan kami pun bingung untuk tidur dimana. Saya pun punya ide untuk meminta menginap di pos polisi di dekat alun-alun. Saya pun bertanya apakah boleh bermalam di pos polisi ini, sebenarnya ini sama saja saya menelan keidealisan saya sendiri karena sebenarnya nggak mau bekerja sama dengan polisi atau meminta bantuan polisi, tapi apa boleh buat. Dan sang polisi berkata, “kalo disini nggak ada tempat buat tidur dek, kalo mau adek jalan lurus dari sini sekitar 100 meter, nanti ada lampu merah terus belok kiri, disana ada polres dan di dalam polres ada tempat untuk beristirahat, mungkin adek bisa beristirahat disana”. Saya pun tersenyum mendengar itu, saya membayangkan jika kami bertiga akan tidur di tempat tidur bukan di ubin dingin seperti balok es. Setelah jam 10 malam kami pun berjalan menuju polres tersebut. Tapi apa yang kami dapat, kami hanya di php-in polisi. Polisi disana bicara jika disana sedang ada masalah internal, jadi gak bisa ditempati untuk tidur. Saya pun semakin benci kepada polisi. Disamping pos polisi itu ada musholla, kami mencoba tidur disana dan tidak diperbolehkan tidur di dalam oleh marbot karena mau dikunci, ya kami banyak menemukan hal yang kami tidak temukan di Jakarta, seperti dalam hal ini, masjid yang dikunci!. Kami pun berfikir jika kami nggak bisa tidur didepan musholla dan merasakan ubin yang dingin lagi.
Kami memutuskan untuk kembali ke alun-alun, di perjalanan kami berfikir untuk dimana kami tidur. Dan salah satu dari kami pun mempunyari ide untuk tidur di musholla pom bensin karena kami tahu disitu tidak akan di kunci. Tapi kami tidak tahu dimana pom bensin di sekitar sini karena semenjak tadi siang kami berjalan kami tidak menemukan pom bensin sama sekali. Kami pun bertanya kepada orang-orang di sekitar alun-alun. Dan salah seorang ibu berkata jika pom bensin berada sekitar 2km dari sini, dan dia menunjuk kearah mana kami harus berjalan. Dan kami pun berjalan menuju pom bensin tersebut. Setelah berjalan sekitar 15 menit akhirnya kami sampai di pom bensin tersebut. Kami bingung dimana musholla nya, ternyata musholla nya berada di bawah pom bensin tersebut. Setelah melihat keadaan musholla tersebut yang sedikit seram apalagi malam itu adalah malam jumat, kami paksakan untuk tidur walaupun sedikit dikelilingi rasa ketakutan.
Hari keempat (13 Juli 2012) :
Tidur saya lagi-lagi nggak nyenyak karena rasa takut. Kami tidur berhadapan dengan jendela besar yang nggak ada tirai nya, selain jendela besar yang tepat di hadapan kami ubin pun masih terasa dingin, padahal sudah beralaskan sejadah dan tiker. Memang udara sangat amat dingin disana, siang saja yang bernotabane panas terik tapi tetap merasa sedikit kedinginan karena udaranya yang sangat sejuk. Pagi datang, sekitar jam 4 pagi saya bangunkan verri dan eris, kami memang sudah janjian untuk bangun jam 4 pagi, tapi mereka berdua mengulur bangun menjadi jam 5 pagi, kami pun tidur kembali.
Dirasa sudah jam 5 dan telah mendapatkan tidur yang cukup, saya pun bangun dan membangunkan mereka berdua, setelah bangun kami langsung berjalan ke alun-alun yang mungkin berjarak 300m dari musholla pom bensin tempat kami berdua tidur. Jalan lurus sampai ke alun-alun untuk mencari sarapan, kami ingin sarapan khas sana yaitu nasi pecel. Tetapi mungkin karena masih pagi jadi tidak ada tukang nasi pecel satupun, kami datang ke masjid yang kemarin kami pakai untuk mandi tetapi sedang ada ceramah disana dan jadinya kami tidak bisa duduk-duduk disitu. Kami pun duduk di alun-alun lagi, udara dingin sekali, mungkin suhu sekitar 15c. dan kami ingat bahwa tadi kami melewati tukang nasi pecel di perjalanan tapi belum buka. Sekarang sudah jam 6, kami pikir sekarang nasi pecel itu sudah buka, kami pun berjalan lagi kea rah pom bensin, karena tukang nasi pecel itu berada di dekat pom bensin. Setelah berjalan sekitar 200 meter kami pun sampai di tukang nasi pecel itu, sarapanlah kami. Sehabis sarapan kami coba untuk menghabiskan waktu di masjid sambil menunggu sholat jumat. Tapi kami kaget dengan dikuncinya kamar mandi disana, selalu ada masalah dengan masjid. Pintu kamar mandi masjid ditutup, kami pun bingung bagaimana untuk buang air. Ada toilet tapi di alun-alun, dan itu bayar. Setelah menunggu waktu sholat jumat yang begitu lama, kami pun sholat jumat, seperti biasa, yang sholat hanya saya dan eris, sedangkan verri duduk di alun-alun dan menunggu kami.
Setelah habis sholat kami putuskan untuk kerumah saudara dari eris untuk beristirahat semalam agar energy kami benar-benar terisi penuh, karena butuh energy banyak untuk ke bromo nanti. Kami pun kembali ke kota malang untuk bermalam di rumah saudara eris, tapi kami tidak berjalan kaki lagi, tapi naik angkot karena kami sudah capek jalan kaki. Sesampainya disana kami pun beristirahat, kami sampai sekitar jam tiga dan saya pun mandi, sedangkan mereka berdua duduk-duduk sambil bermain gitar di rooftop. Saya tiduran di springbed yang sudah saya impikan dari 2 hari lalu. Maghrib pun tiba, satu persatu dari kami tertidur pulas
Hari kelima (14 Juli 2012) :
Terbangun sayu-sayu, saya lihat jam di ponsel, tepat jam 7 pagi, tidur 12 jam, sungguh sangat amat segar ketika bangun. Saya melihat ke samping saya dan verri yang tertidur sejak maghrib dan lebih dulu dia bangun daripada saya ternyata dia belum bangun, saya masih ingin tidur-tiduran di kasur karena mengingat pasti nanti tidur susah lagi diluar sana.
Sekitar sejam tidur-tiduran dan bermalas-malasan, akhirnya verri dan eris bangun. Sekitar pukul 8 pagi kami sarapan dan siap-siap untuk perjalanan yang sesungguhnya, yaitu ke bromo. Setelah siap-siap kami pun berjalan ke terminal, tapi tidak dengan jalan kaki atau angkot melainkan di antar oleh tantentya eris, naek mobil. Sesampainya di terminal kami pun bingung harus naik apa dan ke arah mana. Sewaktu mau beranjak dari tempat kami berdiri setelah dari mobil kami pun kaget dengan ada nya mie ayam yang berharga dua ribu rupiah, harga yang sangat amat murah tentunya. Kami makanlah itu mie ayam dan sambil ngopi kami pun memikirkan bagaimana caranya kesana, kami pun bertanya kepada mba-mba yang berjualan mie ayam tersebut. Setelah dibayar dan tahu harus naik apa dan ke arah mana kami pun bergegas untuk jalan. Kami naik bis lintas kota yang berharga 12 ribu perorang dan langsung menuju kota probolinggo. Di dalam bis kami bertanya kepada seseorang di depan kami yang kebetulan pernah tinggal di Jakarta dan ke bromo. Orang itu berkata harus dari bis ini kami bertiga harus naik angkutan langsung ke bromo, dia bilang perorang harus bayar Rp 17.000 . setelah turun kami pun langsung disambut oleh bapak-bapak tua yang menawarkan angkutan ke bromo, kami pun naik angkutan itu, tapi tidak seharga tujuhbelas ribu seperti apa yang orang di bi situ bilang, tapi seharga dua puluh lima ribu rupiah, sudah naik delapan ribu dari harga perkiraan kami. Angkutan minibus yang berkapasitas sekitar 12 orang langsung mengantarkan kami ke bromo, tetapi minibus itu tidak langsung berangkat karena harus menunggu full, setelah menunggu sekitar satu jam akhirnya minibus itu jalan, kami bertiga harus mengeluarkan uang kami sebesar tujuh puluh lima ribu rupiah. Di dalam bus kami ditawari seseorang untuk menginap di salah satu wisma dan menawarkan kami perjalanan ke puncak bromo, dia memberi harga 1 kamar dua ratus ribu dan perjalanan ke puncak bromo sebesar seratus lima puluh ribu perorang. Setelah perjalanan sekitar 45 menit dan mendapatkan pemandangan gunung yang asri dan kabut yang tebal akhirnya kita sampai di atas. Orang itu pun menunjukan kamar kami yang sebenarnya belum kami booking, kami pun bingung harus mengambil kamar itu atau tidak karena harganya yang sangat mahal, saya baru ingat jika hari ini adalah hari sabtu dan kata orang itu jika hari sabtu atau minggu harga penginapan akan bertambah dua kali lipat, yang biasanya seratus ribu bisa jadi dua ratus ribu. Kami pun menawar harga kamar itu dan kami sepakat dengan harga Rp 150.000, kocek kami langsung keluar drastic. Dan orang itu pun masih membujuk kami untuk menyewa jeep dan menikmati perjalanan darinya, kami pun menawar harga tersebut, dia berkata kan Rp 150.000 perorang, kalau kami naik semua alhasil langsung keluar Rp 450.000 kami coba tawar menawar, dan akhirnya orang itu pun memberi harga Rp 350.000 untuk 3 orang, kami pun berucap ‘deal’, kami langsung kehilangan duit kami sebesar Rp 500.000 dalam sekejap, uang simpanan kami tinggal Rp 100.000 kalo tidak salah, kami pun makan malam disamping tempat penginapan kami, makan nasi goreng yang seharga tujuh ribu rupiah tapi tanpa telur, isinya hanya nasi goring dan sawi. Setelah makan yang murah-murah di kota batu dan malang kami pun mendapat makanan yang harganya sedikit nggak wajar, tapi kami maklumi karena mungkin itu adalah daerah wisata. Setelah makan dan minum, kami pun beranjak dari tempat makan itu dan langsung ke kamar kembali. Sesampainya kami dikamar kami langsung bermain gitar dan bersendau-gurau, dan saya baru tahu jika kamar samping kami diisi oleh mahasiswa dari Jakarta yang sedang liburan, dari STMT Trisakti, mereka berjumlah sekitar 10 orang. Mereka pun hangat menyambut kami. Satu jam dua jam berlalu, kopi kami pun habis. Saya dan verri ingin membeli kopi lagi di warunf sebelah penginapan kami, kami pun berjalan kea rah warung tersebut, selagi menunggu kopi itu datang, ada seorang pemuda mungkin berumur sekitar 25 tahun mengajak kami mengobrol, dia bicara dia dari Surabaya dan sedang iseng untuk ke bromo karena menemani temannya yang dari yogya. Dia berlibur ke bromo hanya berdua saja, namanya Aris. Kopi pun datang dan kami pun ke kamar kami kembali. Setelah kopi datang dan duduk-duduk di depan kamar, mas Aris pun lewat didepan kami, dia hendak ke kamar mandi karena kamar mandi berada diluar dan jika mau kekamar mandi mau nggak mau harus melewati kamar kami. Setelah habis dari kamar mandi dia pun duduk di samping kami dan mengajak ngobrol kami, kami merasa obrolan kami nyambung, kami bercanda tertawa hingga malam
Hari keenam (15 Juli 2012) :
kami masiih bersendau gurau bersama mas Eris yang dari Surabaya itu, setelah jam setengah dua pagi saya pun memutuskan untuk tidur karena udara sangat amat dingin sekali, mungkin dua kali lipat dari dingin di kota batu kemarin, saya pun masuk kamar, sedangkan eris dan verri masih bercanda dengan mas Aris didepan kamar.
Saya tidak bisa tidur karena sangat amat dingin sekali, selimut pun dingin sekali rasanya, selagi berusaha tidur saya dibangunkan oleh eris dan verri untuk kedepan lagi karena mas Aris membeli beer. Saya pun beranjak dari tempat tidur dan langsung duduk di depan kamar, tidak ada 5 menit sang pangeran berpedang beer pun datang, dia membawa 3 buah botol beer yang diberikan kepada kami secara Cuma-Cuma, dia sangat amat baik sekali, dan kami tahu jika dia bekerja di perusahaan yang berjalan di bidang beton. Setelah cukup lama bercanda sambil meminum beer saya pun merasa ngantuk. Waktu menunjukan pukul 3 pagi, saya pun meminta izin kepada mas aris dan kedua teman saya untuk tidur, agar sewaktu di puncak nanti badan terasa segar, tapi alhasil belum bisa tidur saya pun dibangunkan lagi oleh verri dan eris karena jeep yang kami sewa tadi malam sudah datang. Akhirnya kami pun bergegas untuk pergi. Jeep itu mengantarkan kami ke penanajakan pertama untuk melihat matahari terbit. Jujur ketika melihat matahari terbit disana hati merasa deg-degan dan takjub, matahari itu bak seorang superstar yang ditunggu kedatangannya oleh banyak fans nya, ketika sinar datang para pengunjung yang membludak pun berteriak histeris, gradasi warna yang dihasilkan amatlah sempurna, dan ketika agak terang kami melihat jika kami berada di puncak gunung dan dibawah kami adalah kawang, dan di kawah itu ada awan dan kabut, kami seperti berada lebih atas daripada awan dan kabut tersebut. Kami melihat sekeliling kami banyak sekali turis dari luar negeri untuk melihat keindahan ini, tapi rata-rata turis itu berasal dari prancis, swedia dan sekitarnya, mereka pun takjub melihat keindahan alam Indonesia yang diberitak tuhan. Setelah cukup terang dan panorama terbit matahari dirasa cukup kami pun kembali ke jeep. Setelah sampai di jeep kami pun dibawa jeep itu ke kawah bromo, tapi tidak langsung ke kawah, kami diturunkan di padang pasir, kami harus berjalan sekitar 1 kilo ke kawah bromo, setelah jalan mendaki dan berpasir saya merasa sangat letih, ditengah-tengah perjalanan saya merasa tidak kuat karena rasa kantuk yang sangat amat dan lapar, saya pun tidak meneruskan perjalanan, tetapi eris dan verri meneruskan perjalanan. Saya pun kembali ke jeep dan menunggu mereka berdua untuk turun dan kembali ke jeep. Setelah menunggu sekitar 30 menit akhirnya mereka datang dengan nafas yang terengas dan keringat bercucuran. Mereka berjalan sampai kawah. Setelah itu kami dibawa jeep kami untuk melihat bukit-bukit yang orang sana menyebutnya sebagai bukit teletubbies yang jujur memang mirip seperti bukit-bukit di serial anak kecil teletubbies. Kami berfoto-foto disana dan setelah puas kami di antar kembali ke penginapan kami.
Kami sampai di penginapan kembali sekitar pukul 10 pagi, sewa penginapan berakhir pukul 12. Sesampainya di penginapan eris dan verri pun tidur dan saya menjaga mereka agar tidak kelewat dari jam sewa. Kami beristirahat ditengah bingungnya kami karena uang kami telah habis, uang simpanan kami tinggal Rp 75.000 saja, hanya cukup untuk perjalanan turun ke probolinggo. Setelah terbangun kami pun memutar otak bagaimana kami bisa pulang. Dan kita pun akhirnya meminjam kerabat-kerabat kami yang berada di Jakarta, verri meminjam uang keluarganya, eris meminjam uang ayahnya dan saya meminjam uang pacar saya. Semua terkumpul Rp 350.000 kami bingung harus gimana.
Setelah siap-siap untuk turun dan keluar dari penginapan kami pun turun dengan kendaraan yang sama seperti kami naik ke kawasan bromo ini, yaitu minibus yang mengangkat tariff Rp 25.000 perorang. Kami pun menunggu cukup lama disana, sekitar satu jam kami menunggu minibus itu untuk turun. Setelah menunggu lama akhirnya minibus itupun jalan turun. Perjalanan membutuhkan waktu 45 menit. Setelah sampai, kami pun langsung mencari atm untuk mengambil uang, hanya ada atm bca di dekat tempat kami turun, dan verri pun mengambil uang yg sudah dikirim orang tua nya tadi. Setelah mengambil uang kami pun makan siang disana, sebenarnya bukan makan siang tapi sarapan tapi waktu menunjukan pukul 3 sore. Setelah habis makan sambil men-charge hape kami, kami pun berdiskusi kemana kami harus melangkah. diskusi dan debat terjadi, saya kekeh ingin langsung pulang ke Jakarta karena mengetahui jika financial kami nggak cukup untuk berpetualang kembali, sedangkan eris dan verru masih ingin melanjutkan perjalanan. Ditengah-tengah debat saya mempunyai usul jika kami ke purwokerto saja karena disana ada suadara saya dan ibu saya berjanji akan mengirim uang jika saya berada di purwokerto, dan kami pun sepakat. Kami berjalan ke stasiun untuk membeli tiket ke purwokerto. Kami naik angkutan G ke stasiun, stasiun begitu jauh dari terminal, perjalanan menempuh waktu 20 menit perjalanan dengan maenaiki angkutan tersebut, setelah sampai ternyata stasiun tersebut berada didepan alun-alun kota probolinggo.
Sebelum masuk ke stasiun kami mampir dan melihat-lihat alun-alun itu terlebih dahulu, alun-alun yang luas tapi seperti lapangan tepatnya, tidak ada apa-apa hanya rumput untuk bermain bola. Setelah cukup puas mengitari alun-alun kami pun masuk ke stasiun, stasiun yang sangat sepi, hanya ada 2 orang di ruang tunggu dan 1 orang penjaga loket, sepi sekali. Memang semenjak saya datang ke probolinggo kota itu sangat sepi sekali, dengan angin yang cukup besar, kota itu seperti kota mati. Saya pun bertanya kepada seorang penjaga loket apakah kereta ke purwokerto untuk besok hari senin tanggal 16 Juli ada, kata penjaga loket pun ada tapi hanya untuk 1 orang. Saya pun sedikit frustasi akan hal itu, digandrungi rasa sangat homesick tapi tidak bisa pulang. Dan saya bertanya apakah ada tiket untuk ke Jakarta, dan dia menjawab ada, tapi untuk hari jumat tanggal 20 Juli. Akhirnya kami pun merasa kecewa, kami keluar stasiun dan bingung harus kemana karena merasa terjebak di kota itu. Akhirnya kami pun memutuskan untuk mencari atm BRI agar bisa mengambil uang dari putri dan ayahnya eris. Perjalanan cukup jauh untuk kea tm BRI, kami kesana dengan berjalan kaki, mungkin sekitar 3km kami berjalan, dan kami pun memutuskan untuk kembali ke kawasan alun-alun untuk mencari masjid untuk mandi. Setalah berada didekat alun-alun kami pun berhenti sejenak untuk berfikir kemana kita harus pergi. Saya tetep ingin ke purwokerto tapi tidak tahu bagaimana caranya sedangkan verri berucap jika kita membeli saja tiket ke Jakarta dan menunggu di kota ini sampai tanggal 20. Menurut saya itu waktu yang cukup lama untuk tinggal di kota yang seperti kota mati ini. akhirnya eris pun punya ide untuk naik bis lintas kota untuk ke purwokerto dan kami pun setuju. Eris bertanya kepada seorang security untuk tahu apakah masih ada bis malam-malam karena waktu itu sudah menunjukan pukul 7 malam. sang security pun berkata jika kami harus ke Surabaya terlebih dahulu karena dari sini tidak ada bis yang langsung ke purwokerto, jika dari Surabaya bis untuk ke daerah mana pun ada. Tapi untuk ke terminal untuk mencari bis ke Surabaya pun sulit waktu itu, angkutan umum hanya beroprasi hingga 5 sore dan salah satu cara adalah naik becak, tapi becak mahal, untuk berjalan ke stasiun memakai becak harus mengeluarkan dana Rp 25.000 , sedangkan jika naik angkutan umum hanya 3 ribu perorang dan total Rp 9.000 untuk tiga orang. Kami pun memutuskan besok pagi saja ke terminalnya, menunggu angkutan umum biasa ada lagi dan bisa mengantarkan kami ke terminal. Akhirnya kami bergegas untuk mencari musholla atau masjid agar kami bisa mandi dan beristirahat sejenak. Untuk mencari musholla dan masjid disana cukup sulit, karena masjid disana jika bukan waktu sholat akan dikunci. Akhirnya setelah berjalan memutar-mutar salah satu kawasan komplek disana kami pun menemukan musholla yang bisa kami pakai untuk mandi dan beristirahat sejenak. Eris pun mandi terlebih dahulu sehabis itu baru verri, selama menunggu mereka untuk mandi saya menghubungi saudara yang berada di purwokerto untuk menanyakan harga tiket bis lintas kota dari Surabaya, dan saudara saya berkata hanya 50tb-60rb perorang, saya pun lega mendengar itu. Setelah menunggu kabar itu saya pun tidur di masjid itu sebentar sembari menunggu mereka berdua mandi.
Setelah mereka berdua selesai mandi saya pun mandi, mata masih mengantuk karena baru tertidur sebentar saya pun berjalan kekamar mandi, air nya cukup dingin dan saya rasa badan saya drop dan demam. Setelah mandi kami bertiga pun jalan untuk mencari makan malam, dan ditengah perjalanan kami menemui tukang nasi goring pinggir jalan dan makan malam lah kami. Dengan harga seporsi nasi goring yang Rp 8.000 kami pun makan. Setelah makan kami pun bergegas untuk mencari tempat dimana kami tidur. Sungguh amat susah mencari tempat tuntuk tidur, kami putuskan untuk tidur di bale-bale depan stasiun, tapi enggak lama kami merasa kurang enak karena angina berhembus sangat kencang, kami pun memutuskan untuk bertanya di mana pom bensin terdekat karena berfikir untuk tidur yang tepat ialah di musholla pom bensin. Kami pun bertanya kepada seorang tukang ojek, dan ia berkata jika pom bensin berada sekitar satu kilo dari sini, dan kami pun jalan menuju pom bensin tersebut. Di tengah-tengah perjalanan saya melihat masjid, dan saya pun menarik tangan eris dan verri, berharap masjid itu tidak dikunci dan kami bisa tidur disana. Dan benar masjid itu tidak dikunci, kami pun memutuskan tidur disana, tapi karena merasa tidak ijin dengan penjaga dan sepertinya udara cukup dingin jadi kami tidak bisa tidur disana, dan kami meneruskan perjalanan kami untuk ke pom bensin.
Dan sesanpainya di pom bensin kami mendapat musholla yang cukup nyaman untuk ditiduri semalam, kami pun tidur sambil men-charge ponsel kami masing-masing.
Hari ketujuh (16 Juli 2012) :
Pagi datang dan kami pun satu persatu bangun dari tidur kami, tepat pukul 5 pagi kami terbangun, mendengar suara adzan dari masjid yang agak jauh saya pun sholat subuh sambil menunggu teman-teman saya benar-benar tersadar dari tidurnya. Tepat pukul 6 kami pun berjalan menuju alun-alun untuk mencari angkutan umum ke arah stasiun. Setelah berjalan kurang lebih 60 menit, dengan mata yang sayup-sayup akhirnya kami sampai di depan stasiun, kami menunggu angkutan umum yang kea rah terminal di probolinggo, setelah menunggu sekitar 10 menit kami pun melihat satu angkutan berwarna merah kuning dan kami langsung naik, ya angkutan itu berarah ke terminal di kota itu. Setelah perjalanan ke terminal sekitar 15 menit akhirnya kami pun sampai di terminal, kami bertanya kepada petugas terminal yang memakai seragam, dan kami disuruh naik bis lintas kota kea rah Surabaya, tarifnya 14ribu perorang. bis yang sangat nyaman, dengan tempat duduk yang nyaman dan ber-AC kami pun tertidur di jalan. Perjalanan ke Surabaya memakan waktu sekitar dua setengah jam, kira-kira jam setengah sepuluh pagi kami pun sampai di Surabaya. Uang kami tinggal Rp 210.000 saat itu. Kami langsung bertanya kepada seorang petugas terminal di Surabaya harus naik apakah kami ke purwokerto. Kami kaget ketika petugas bilang harga bis ekonomi ke purwokerto itu Rp 110.000 perorang. kami bingung, uang kami bertiga pun tidak cukup untuk mengantarkan kami langsung ke purwokerto. Kami memutar otak, kami kaget karena kami mengira harga tiket bis dari Surabaya ke purwokerto sekitar lima puluh ribu tapi ternyata diluar dugaan kami. Kami pun ditanya oleh seorang bapak-bapak berumur 40 tahun ingin kemana dan kami bilang ingin ke purwokerto, bapak-bapak itu langsung bilang jika ke purwokerto harus naik bis bernama Mandala, dan bapak itu mengajak kami ke salah seorang anak muda berumur 25 tahun yang mungkin adalah kondektur bis mandala itu. Kami pun dibawa ke salah satu sudut terminal yang tidak lain adalah kantor bus mandala, orang itu terlihat terburu-buru dan agak tidak sabar, saya bertanya kepada orang itu “berapa harga perorang?” tapi anak muda itu menjawab “nanti aja mas liat di kantor”, kami yang tidak tahu apa-apa terus mengikuti dia, sampailah kami di sudut terminal yang tidak lain adalah kantor bus mandala, orang itu menunjuk ke arah secarik kertas dan kami kaget, harga tiket bus mandala adalah Rp 275.000 perorang, mungkin ada sedikit rasa kesal dari eris, dia pun langsung keluar dan kondektur itu langsung berbicara pada kami “mas tolong bawa temennya kesini lagi”, saya pun agak bingung, sedikit takut dan linglung. Akhirnya eris pun kembali dan menjelaskan jika kita tidak ada dana untuk membeli tiket eksekutif, tapi orang itu langsung membentak kami suruh mencari tiket sendiri. Dalam hati saya berkata “siapa juga yang nyuruh lo cariin tiket buat gue”, karena disana adalah kota orang dan kami adalah pendatang maka kami langsung pergi dari kantor itu.
Kami pun berjalan untuk mencari air minum karena dari pagi kami belum memasukan apapun ke dalam mulut kami. akhirnya kami pun berfikir sambil membeli teh hangat dan kopi di warung salah satu sudut terminal, ibu-ibu warung itu bertanya kepada kami dari manakah kami dan mau kemanakah kami, kami jawab kami dari Jakarta dan ingin ke purwokerto. Ibu-ibu itu bilang harus naik rosalia yang seharga Rp 110.000 perorang tapi kami bilang uang kami tidak cukup. Setelah berbincang-bincang dan berdebat cukup panjang akhirnya kami memutuskan untuk “mengeteng” yaitu untuk ke purwokerto kami memilih jalan transit dari satu kota ke kota lain untuk menghemat biaya. Kami pun memutuskan untuk ke Yogyakarta dahulu baru ke purwokerto, karena kami tahu harga tiket ke Yogyakarta murah, mungkin berkisar Rp 40.000. akhirnya kami pun naik bis kea rah Yogyakarta dan tidak disangka, bis itu hanya bertarif Rp 34.000 dari Surabaya ke Yogyakarta. Kami pun senang karena kami bisa menghemat biaya. Ditengah-tengah perjalanan verri berbicara kepada saya jika dia ingin tinggal di Yogyakarta dan tidak ikut kami ke purwokerto, kami pun mengiyakan verri. Sesampainya di Yogyakarta, sekitar pukul 8 malam, perjalanan yang sangat panjang, dari Surabaya jam 10 pagi dan sampai pukul 8 malam, kami pun beristirahat di Yogyakarta sejenak.
Kami memilih angkringan terdekat dari terminal untuk kami mengisi perut karena kami dari pagi belum makan hanya minum teh saja. Setelah makan di angkringan kami pun kembali ke terminal, saya dan eris terus lanjut ke purwokerto tetapi verri berpisah dengan kami disini, sambil menunggu bus di terminal Yogyakarta kearah purwokerto, menunggu sekitar satu jam, sambil merokok gudang garam filter, rokok yang sangat pulen dan jarang kami hisap sewaktu kami berpetualang, akhirnya bis pun datang, saya ingat bis itu bernama MY, dengan tarif Rp 35.000 perorang. kami pun berpisah dengan verri disana. Verri kerumah neneknya dengan menumpang ojek dan saya menumpang bis lintas kota.
Sungguh amat senang bisa berjalan ke purwokerto, karena ini kampung halaman saya. Dan kami (sekarang saya dan eris saja) pun tertidur di bis.
Hari kedelapan (17 Juli 2012) :
Saya dibangunkan kondektur yang tumben adalah seorang perempuan, dia bilang kami sudah sampai purwokerto dan kami pun bangun dan turun. Saya kehilangan kupluk yang saya pakai ketika di bis. Mungkin di ambil oleh salah seorang penumpang bis, tapi tidak tau juga sih. Sesampainya turun kami langsung naik taksi kearah rumah saudara saya. Dan sesampainya di rumah saudara saya dan eris pun langsung tertidur.
Tidak ada yang bisa diceritakan selama berada dirumah saudara saya, karena semua hal biasa-biasa saja J
Hari kesembilan (18 Juli 2012) :
Kami bangun pagi, udara sangat sejuk, kami bersiap-siap untuk ke baturraden berdua, untuk refreshing lah ceritanya. Sesampainya di baturraden kami sangat takjub oleh theater alam yang dipertontonkan di baturraden, sangat asri, air terjun, gunung, hutan berdampingan. Kami berdua banyak menghabiskan waktu disana. Dirasa sudah cukup kami pun pulang kerumah saudara saya dan bersiap untuk pulang.
Setelah sudah selesai bersiap-siap untuk pulang akhirnya kami pun ke terminal dengan diantar becak yang sudah disewa untuk ke terminal.
Sesampainya di terminal ternyata tiket bus sinar jaya yang bisnis dengan harga Rp 45.000 perorang ternyata habis. Akhirnya kami pun menaikin bus sinar jaya tapi yang ekonomi dengan harga Rp 40.000 perorang dan turun di pulogadung. Setelah menunggu lama akhirnya bis kami pun datang. Dan kami pun pulang jam setengah delapan malam.
Outroducing:
Saya dan eris pun tiba di Jakarta pada hari kamis pukul 7 pagi.
Verri pulang dari yogya kamis siang dan sampai jumat pagi.
Di tengah perjalanan kami banyak debat dan banyak selisih paham, tapi untungnya dengan kedewasaan kami masing-masing kami bisa mengontrol emosi kami masing-masing.
Banyak hal-hal unik yang kami temui selama perjalanan kami, hal yang tidak bisa kami lupakan seumur hidup kami…
Signed.
Chandra Aghestza
Comments
Post a Comment