RaunG (part 2: Putih dan Emas)
Wanita
------
Orang bilang aku sedang menginjakkan kaki negeri Sarke, tapi untukku semua sama saja, antah berantah. itu karena aku tidak punya tempat yang kalian sebut rumah, aku diasuh oleh beberapa ibu yang iba denganku sewaktu kecil. sampai umurku sekitar belasan tahun, aku tidak tahu tepatnya berapa, dan akhirnya kuputuskan untuk menyendiri dan bertahan hidup dengan apa yang kupunya, fisik semata. jangan tanya kenapa aku ada disini, seperti biasa, seseorang membayarku untuk pergi kesini untuk menumpahkan darah musuhnya. dan juga jangan tanya kenapa aku tidak dicari-cari oleh keluarga atau antek-antek orang yang sudah aku bunuh. aku seperti air, bisa mengalir kemana saja, bisa seperti angin, berhembus sesuka dan kadang seperti tanah, diam dan tidak berguna. aku gampang melarikan diri. entah sudah berapa negeri yang sudah kuinjak, tapi seperti yang kukatakan, semua sama saja, antah berantah.
Tugas kali ini agak sedikit berbeda, entah kenapa seseorang yang membayarku tidak menyuruhku langsung menghabiskan nyawanya ketika ku langsung bertatapan dengan korbanku selanjutnya. aku diharuskan menetap di negeri ini untuk beberapa waktu. selain untuk membunuh sang raja di negeri ini, aku diharuskan tahu peta pertahanan perang negeri ini yang terkenal sangat kuat, maka dari itu aku harus membangun nama baik di negeri ini agar bisa menjadi salah satu orang penting di kerajaan ini agar mengetahui rahasia perang mereka. sedikit berat mungkin tapi aku selalu berharap menemukan sesuatu yang berharga di mana aku ditempatkan, sesuatu yang disebut keluarga. mungkin saja aku berasal dari kerajaan ini.
Perjalanan membawaku ke gerbang istana kerajaan. kenalan pertamaku adalah seorang seniman dari kerajaan ini yang kerjanya hanyalah melukis dan mematung apa yang raja suruh kepadanya. tapi dalam keidealisannya dia ingin sekali berontak dan pergi ke tempat yang ia sebut kebebasan, tapi dia tidak bisa. dia bilang hidupku beruntung karena bisa berkelana kemana saja yang kuinginkan. aku memakai identitas sebagai seseorang yang senang berpetualang, tanpa terikat dengan kerajaan manapun, aku tidak tahu apakah dia menyadarinya atau tidak jika aku berbohong, tapi sepertinya tidak. umur seniman itu sekitar 50 tahun. parasnya masih terlihat muda tapi lekukan-lekukan di mukanya tidak bisa dibohongi jika pengalaman hidupnya sangatlah banyak. tidak penting siapa namanya, aku hanya memanggil dia pak tua.
Pak tua yang baru kukenal ini sangat ramah, dia selalu menawarkan apa yang ia punya walaupun hidupnya sangatlah sederhana malah bisa dibilang kekurangan. bayarannya sekali mematung atau melukis jauh sekali dari bayaran ku untuk menghabisi seseorang. tapi ada 1 hal yang sama dari kami berdua. sama-sama memegang kepercayaan jika suatu tugas jika tidak terselesaikan berarti itu adalah akhir dari petualangan karirmu, keprofesionalan.
kami saling bertukar pengalaman, tentu saja pengalaman yang kuceritakan kepadanya bukan pengalaman asliku. dia bertanya jika bagaimana bisa aku ada di negeri ini dan bagaimana masa kecilku. ketika dia melontarkan pertanyaan itu, aku terdiam, aku tidak mau membuka goa kelam yang sangat dalam dan gelap yang sudah kucoba tutup bertahun-tahun ini. aku tidak mau mengingat masa kecil dimana hidupku sangat amatlah keras.
Karena ku tahu dia adalah salah satu kepercayaan raja di negeri ini, maka aku mencoba untuk mencari tahu semua tentang raja disini yang tidak lain adalah alasan mengapa aku ada disini. tugasku adalah membunuh raja dan mendapatkan peta/strategi perang kerajaan ini.
Malam mulai larut, aku yang tadinya ingin mencari penginapan di sini malah disuruh untuk menginap di rumah seniman tua itu. kebetulan besok dia ingin mengantarkan salah satu lukisan yang dipesan raja. dan aku diajaknya untuk ikut ke dalam istana dan bertemu raja. ini adalah kesempatan ku untuk mengetahui lebih lanjut tentang raja di negeri ini.
Matahari baru saja menyambut negeri ini dengan cahaya emas yang selalu dia lontarkan dari perawakannya. sang ayam mulai melakukan tugasnya untuk membantu manusia terbangun dari ekspresi malam panjangnya. kubuka mata, ternyata pak tua sudah terbangun dan sedang melakukan ritual nya untuk bertelekomunikasi dengan pencipta yang ia percaya. setelah makan pagi yang sederhana tapi terasa nikmat akhirnya dia bergegas untuk masuk ke dalam istana. dan ia tidak lupa untuk mengajakku ikut. jarak antara rumah pak tua ke dalam istana tidak terlalu jauh. ternyata rumah pak tua ini berada di awal hutan. dan istana berada di kaki gunung. kata pak tua itu letak istana adalah letak bangunan yang paling strategis karena berada di tengah-tengah. 1 informasi yang sudah kudapatkan. setelah berjalan cukup lama akhirnya kami sampai di tempat kami berdua bertemu. ternyata ini adalah gerbang 1 istana, dan untuk masuk ke dalam bangunan istana memerlukan 3 gerbang lagi dan tentunya 3 penjagaan lagi.
Sang penjaga istana tentu sudah hafal dengan muka pak tua ini, tapi tidak denganku. tapi karena pak tua selalu bilang jika aku adalah anaknya yang baru pulang untuk belajar medis di negeri seberang akhirnya aku selalu lewat dengan mudah dari pintu ke pintu.
"siapa dia pak tua?", seorang penjaga dari pintu terakhir istana kerajaan menanyakan hal itu pada pak tua, ternyata yang memanggil dia pak tua bukanlah diriku saja.
"anakku, cepat bukakan pintu, raja menungguku", jawab pak tua
sekejap pintu terakhir untuk masuk ke dalam istana dibuka. pintu yang agak besar dari pintu-pintu sebelumnya. alangkah kagetnya diriku ketika melihat istana yang sangat megah berada di depanku. jarak dari pintu penjagaan terakhir atau yang biasa disebut pintu utama ke bangunan istana sekitar 200 kaki, jadi aku bisa melihat kemegahan dari bangunan itu. bangunan yang berwarna putih dan dibalut dengan aksen-aksen yang berwarna emas membuat bangunan itu terlihat sangat indah jika dilihat dari tempatku berdiri. di lain sisi, ketika ku berjalan menuju bangunan istana selalu ditemani oleh rusa-rusa yang jadi peliharaan sang raja. jelas saja manusia yang membayarku ingin sekali tahu peta kerajaan ini, karena untuk masuk ke dalam istana nya saja ini sangat susah. tidak sembarang orang diperbolehkan. jangankan sampai pintu utama untuk menembus pintu 3 saja (pintu awal pertemuan ku dengan si seniman tua ini) itu sulit karena banyak sekali prajurit yang berjaga.
Ternyata raja sudah bersiap menerima kedatangan pak tua ini di singgasananya. sekarang tujuanku kesini sudah didepan mata, tapi aku bukan serigala tolol yang langsung menerkam mangsanya begitu saja, aku punya strategi untuk membunuhnya, apalagi aku ingat jika tidak hanya membunuh tugasku di negeri ini. Warna pakaian sang raja tidak begitu jauh dengan warna istana ini. pakaian putih dibalut dengan warna emas garis yang menghiasi kainnya. tapi pandanganku tidak tertuju pada raja itu, melainkan pada wanita disampingnya yang usia nya mungkin sama denganku.
"namanya Amanda, dia putri disini, jangan harap kau bisa memilikinya", pak tua itu berbisik kepadaku.
"Amanda" berkata dalam hati sambil menyeringaikan bibir.
Kulontarkan senyum kepadanya, dan ia membalasnya dengan senyum yang sangat indah. biasanya disini denting piano mulai muncul. caranya dia duduk, dari kaki sampai keujung rambut kuperhatikan, aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini. dan biasanya denting piano mulai bergema menambah ilustrasi.
"Amanda", suara keras dari mulut wanita yang berada sekitar 20 meter dibelakangku menyeruak. seketika menghancurkan kenikmatanku melihat sosok 1 bidadari yang diciptakan Tuhan untuk tersesat di bumi. disini suara piano berangsur pelan dan hilang.
"ya Bu", suara indah dari pita suara bidadari yang orang-orang sebut sebagai Amanda.
Aku tidak butuh kesempurnaan jika dengan melihatnya aku merasa kepuasaan. seketika Amanda berjalan dari tempat duduk di samping ayahnya ke arahku dan melewatiku dengan menatap mataku dan melempar senyum lalu membuang muka ke arah depannya untuk melihat dimana ibundanya berada. dan biasanya disini suara piano itu muncul lagi dengan kecepatan dentingan yang lebih cepat dari sebelumnya mengiringi langkah sepatu dari Amanda itu sendiri sampai akhirnya suara itu pun hilang.
Pertemuan pertamaku membuat tugasku disini menjadi rumit, bagaimana bifurkasi itu muncul tiba-tiba setelah semuanya terlihat tersusun rapi dan lancar.
------
Orang bilang aku sedang menginjakkan kaki negeri Sarke, tapi untukku semua sama saja, antah berantah. itu karena aku tidak punya tempat yang kalian sebut rumah, aku diasuh oleh beberapa ibu yang iba denganku sewaktu kecil. sampai umurku sekitar belasan tahun, aku tidak tahu tepatnya berapa, dan akhirnya kuputuskan untuk menyendiri dan bertahan hidup dengan apa yang kupunya, fisik semata. jangan tanya kenapa aku ada disini, seperti biasa, seseorang membayarku untuk pergi kesini untuk menumpahkan darah musuhnya. dan juga jangan tanya kenapa aku tidak dicari-cari oleh keluarga atau antek-antek orang yang sudah aku bunuh. aku seperti air, bisa mengalir kemana saja, bisa seperti angin, berhembus sesuka dan kadang seperti tanah, diam dan tidak berguna. aku gampang melarikan diri. entah sudah berapa negeri yang sudah kuinjak, tapi seperti yang kukatakan, semua sama saja, antah berantah.
Tugas kali ini agak sedikit berbeda, entah kenapa seseorang yang membayarku tidak menyuruhku langsung menghabiskan nyawanya ketika ku langsung bertatapan dengan korbanku selanjutnya. aku diharuskan menetap di negeri ini untuk beberapa waktu. selain untuk membunuh sang raja di negeri ini, aku diharuskan tahu peta pertahanan perang negeri ini yang terkenal sangat kuat, maka dari itu aku harus membangun nama baik di negeri ini agar bisa menjadi salah satu orang penting di kerajaan ini agar mengetahui rahasia perang mereka. sedikit berat mungkin tapi aku selalu berharap menemukan sesuatu yang berharga di mana aku ditempatkan, sesuatu yang disebut keluarga. mungkin saja aku berasal dari kerajaan ini.
Perjalanan membawaku ke gerbang istana kerajaan. kenalan pertamaku adalah seorang seniman dari kerajaan ini yang kerjanya hanyalah melukis dan mematung apa yang raja suruh kepadanya. tapi dalam keidealisannya dia ingin sekali berontak dan pergi ke tempat yang ia sebut kebebasan, tapi dia tidak bisa. dia bilang hidupku beruntung karena bisa berkelana kemana saja yang kuinginkan. aku memakai identitas sebagai seseorang yang senang berpetualang, tanpa terikat dengan kerajaan manapun, aku tidak tahu apakah dia menyadarinya atau tidak jika aku berbohong, tapi sepertinya tidak. umur seniman itu sekitar 50 tahun. parasnya masih terlihat muda tapi lekukan-lekukan di mukanya tidak bisa dibohongi jika pengalaman hidupnya sangatlah banyak. tidak penting siapa namanya, aku hanya memanggil dia pak tua.
Pak tua yang baru kukenal ini sangat ramah, dia selalu menawarkan apa yang ia punya walaupun hidupnya sangatlah sederhana malah bisa dibilang kekurangan. bayarannya sekali mematung atau melukis jauh sekali dari bayaran ku untuk menghabisi seseorang. tapi ada 1 hal yang sama dari kami berdua. sama-sama memegang kepercayaan jika suatu tugas jika tidak terselesaikan berarti itu adalah akhir dari petualangan karirmu, keprofesionalan.
kami saling bertukar pengalaman, tentu saja pengalaman yang kuceritakan kepadanya bukan pengalaman asliku. dia bertanya jika bagaimana bisa aku ada di negeri ini dan bagaimana masa kecilku. ketika dia melontarkan pertanyaan itu, aku terdiam, aku tidak mau membuka goa kelam yang sangat dalam dan gelap yang sudah kucoba tutup bertahun-tahun ini. aku tidak mau mengingat masa kecil dimana hidupku sangat amatlah keras.
Karena ku tahu dia adalah salah satu kepercayaan raja di negeri ini, maka aku mencoba untuk mencari tahu semua tentang raja disini yang tidak lain adalah alasan mengapa aku ada disini. tugasku adalah membunuh raja dan mendapatkan peta/strategi perang kerajaan ini.
Malam mulai larut, aku yang tadinya ingin mencari penginapan di sini malah disuruh untuk menginap di rumah seniman tua itu. kebetulan besok dia ingin mengantarkan salah satu lukisan yang dipesan raja. dan aku diajaknya untuk ikut ke dalam istana dan bertemu raja. ini adalah kesempatan ku untuk mengetahui lebih lanjut tentang raja di negeri ini.
Matahari baru saja menyambut negeri ini dengan cahaya emas yang selalu dia lontarkan dari perawakannya. sang ayam mulai melakukan tugasnya untuk membantu manusia terbangun dari ekspresi malam panjangnya. kubuka mata, ternyata pak tua sudah terbangun dan sedang melakukan ritual nya untuk bertelekomunikasi dengan pencipta yang ia percaya. setelah makan pagi yang sederhana tapi terasa nikmat akhirnya dia bergegas untuk masuk ke dalam istana. dan ia tidak lupa untuk mengajakku ikut. jarak antara rumah pak tua ke dalam istana tidak terlalu jauh. ternyata rumah pak tua ini berada di awal hutan. dan istana berada di kaki gunung. kata pak tua itu letak istana adalah letak bangunan yang paling strategis karena berada di tengah-tengah. 1 informasi yang sudah kudapatkan. setelah berjalan cukup lama akhirnya kami sampai di tempat kami berdua bertemu. ternyata ini adalah gerbang 1 istana, dan untuk masuk ke dalam bangunan istana memerlukan 3 gerbang lagi dan tentunya 3 penjagaan lagi.
Sang penjaga istana tentu sudah hafal dengan muka pak tua ini, tapi tidak denganku. tapi karena pak tua selalu bilang jika aku adalah anaknya yang baru pulang untuk belajar medis di negeri seberang akhirnya aku selalu lewat dengan mudah dari pintu ke pintu.
"siapa dia pak tua?", seorang penjaga dari pintu terakhir istana kerajaan menanyakan hal itu pada pak tua, ternyata yang memanggil dia pak tua bukanlah diriku saja.
"anakku, cepat bukakan pintu, raja menungguku", jawab pak tua
sekejap pintu terakhir untuk masuk ke dalam istana dibuka. pintu yang agak besar dari pintu-pintu sebelumnya. alangkah kagetnya diriku ketika melihat istana yang sangat megah berada di depanku. jarak dari pintu penjagaan terakhir atau yang biasa disebut pintu utama ke bangunan istana sekitar 200 kaki, jadi aku bisa melihat kemegahan dari bangunan itu. bangunan yang berwarna putih dan dibalut dengan aksen-aksen yang berwarna emas membuat bangunan itu terlihat sangat indah jika dilihat dari tempatku berdiri. di lain sisi, ketika ku berjalan menuju bangunan istana selalu ditemani oleh rusa-rusa yang jadi peliharaan sang raja. jelas saja manusia yang membayarku ingin sekali tahu peta kerajaan ini, karena untuk masuk ke dalam istana nya saja ini sangat susah. tidak sembarang orang diperbolehkan. jangankan sampai pintu utama untuk menembus pintu 3 saja (pintu awal pertemuan ku dengan si seniman tua ini) itu sulit karena banyak sekali prajurit yang berjaga.
Ternyata raja sudah bersiap menerima kedatangan pak tua ini di singgasananya. sekarang tujuanku kesini sudah didepan mata, tapi aku bukan serigala tolol yang langsung menerkam mangsanya begitu saja, aku punya strategi untuk membunuhnya, apalagi aku ingat jika tidak hanya membunuh tugasku di negeri ini. Warna pakaian sang raja tidak begitu jauh dengan warna istana ini. pakaian putih dibalut dengan warna emas garis yang menghiasi kainnya. tapi pandanganku tidak tertuju pada raja itu, melainkan pada wanita disampingnya yang usia nya mungkin sama denganku.
"namanya Amanda, dia putri disini, jangan harap kau bisa memilikinya", pak tua itu berbisik kepadaku.
"Amanda" berkata dalam hati sambil menyeringaikan bibir.
Kulontarkan senyum kepadanya, dan ia membalasnya dengan senyum yang sangat indah. biasanya disini denting piano mulai muncul. caranya dia duduk, dari kaki sampai keujung rambut kuperhatikan, aku tidak ingin melewatkan kesempatan ini. dan biasanya denting piano mulai bergema menambah ilustrasi.
"Amanda", suara keras dari mulut wanita yang berada sekitar 20 meter dibelakangku menyeruak. seketika menghancurkan kenikmatanku melihat sosok 1 bidadari yang diciptakan Tuhan untuk tersesat di bumi. disini suara piano berangsur pelan dan hilang.
"ya Bu", suara indah dari pita suara bidadari yang orang-orang sebut sebagai Amanda.
Aku tidak butuh kesempurnaan jika dengan melihatnya aku merasa kepuasaan. seketika Amanda berjalan dari tempat duduk di samping ayahnya ke arahku dan melewatiku dengan menatap mataku dan melempar senyum lalu membuang muka ke arah depannya untuk melihat dimana ibundanya berada. dan biasanya disini suara piano itu muncul lagi dengan kecepatan dentingan yang lebih cepat dari sebelumnya mengiringi langkah sepatu dari Amanda itu sendiri sampai akhirnya suara itu pun hilang.
Pertemuan pertamaku membuat tugasku disini menjadi rumit, bagaimana bifurkasi itu muncul tiba-tiba setelah semuanya terlihat tersusun rapi dan lancar.
Comments
Post a Comment